Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Teologi Kristen

Rabu Abu dan Demokrasi sebagai Ruang Kosong

Sumber gambar: parokistpaulusdepok.org Apa hubungan antara Rabu Abu dan Demokrasi? Bagaimana caranya menjadi Katolik serentak menjadi warga negara? Dua pertanyaan di atas, coba saya jawab dalam kerangka pikir teologi politik. Tentu saja, bukan teologi politik dogmatik melainkan teologi politik yang saya ambil dari gerakan kolektif kolegial Yesus Kristus bersama para murid-Nya. Jamak diketahui bahwa Rabu Abu merupakan hari di mana umat Kristen memasuki masa Prapaskah. Kata kuncinya adalah pantang dan puasa. Pantang merujuk pada norma yang disepakati umum sedangkan puasa merupakan komitmen pribadi. Sebagai perealisasian dari norma kolektif, pantang mengandaikan adanya perbuatan yang dilarang oleh adat atau kepercayaan demi tujuan tertentu. Sementara itu, sebagai aktivitas individual, puasa dilakukan― mengutip NH. Dini dalam ‘Sebuah Lorong di Kotaku’―sebagai upaya untuk melihat sejauh mana seseorang mampu bertahan. Satu hal penting: baik pantang maupun puasa, bertolak dari landasan yang s...

Menjernihkan Konsep Pariwisata Religius: Catatan untuk Upacara Semana Santa di Larantuka

  @indonesia.travel A gama tidak mati-mati. Demikian juga sekularisme.  Jangan-jangan keduanya sama sekali tidak bertentangan,  tulis Goenawan Mohamad dalam Catatan Pinggir (Tempo, 12 Desember 2010). Kegelisahan GM tersebut berjalan sejajar dengan kegelisahan saya sendiri yang secara tekstual tersurat dalam kegamangan saya terhadap penggunaan frasa “pariwisata religius”. Pada kata “pariwisata”, pemahaman orang diantar pada sebuah konsep ekonomi dan bisnis untuk mengampanyekan potensi wisata sebuah daerah. Sementara itu, pada kata “religius” (memiliki kedekatan semantis dengan ‘religiositas’) berkaitan dengan cita rasa dan penghayatan batiniah atau rohaniah pada Wujud Tertinggi. Nah, dengan adanya distans atau jarak semantis tersebut, mencampuradukan antara pariwisata dan religius merupakan sebuah bentuk kerancuan teoretis yang sangat bermasalah . Aspek Prosedural dan Substansial Terdapat dua kecenderungan umum dalam membaca sebuah sistem entah itu dem...

Allah yang Rentan dan Dimensi Etis Demokrasi

Only an atheist can be a good Christian; only a Christian can be a good atheist  (Dies septimus nos ipsi erimus,—Agustine) Pengantar Tri Hari Suci yang terdiri atas Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci (malam Paskah) merupakan momen paling krusial di mana Allah berupaya menerjemahkan gagasan keselamatan melalui cara-cara manusia. Pada hari-hari tersebut, terdapat dua peristiwa kunci yakni kematian dan kebangkitan Allah yang selanjutnya menjadi inti iman dalam kristianitas. Ketika Yesus wafat di salib, terjadi kematian di dalam Allah. Kematian ini dimengerti sebagai terputusnya rantai signifikasi ( chain of signification ) atau rantai penandaan yang, hanya dengan cara itulah, terdapat adanya kemungkinan mengenal dan memahami Allah. Dengan kata lain, pemahaman akan Allah sebagai “Yang Maha Kuasa” dicapai justru melalui tahap signifikasi, atau meminjam term psikoanalisa Jacques Lacan, sebagai The Symbolic . Dikatakan demikian karena meskipun Allah hadir secara konkret (melalui ink...

Paskah yang 'Political' dan Yesus yang Hegemonik

  Wayang Wahyu (Tribunnews.com) Iman selalu politis. Omong kosong kalau orang beriman demi iman itu sendiri—masturbasi religius. Jika ada orang seperti ini, saya teringat akan Karl Marx yang mengkritik kecenderungan kaum beragama yang ia sebut sebagai reifikasi.  Maksudnya, alih-alih menggunakan simbol sebagai representasi Wujud Tertinggi (baca: Tuhan), orang terjebak pada pemujaan atas simbol-simbol dan melupakan substansi atau alasan mendasar mengapa ia melakukan pemujaan.  Idolatria semacam ini menjangkiti hampir semua pemeluk agama formal di Indonesia. Parahnya, simtom tersebut merembes ke wilayah politik. Bukannya melihat pejabat negara sebagai tokoh politik, publik cenderung terlena oleh permainan citra sumir yang tentatif dari media seperti blusukan, perceraian, busana yang dikenakan, dan bukannya jenis program pemberdayaan apa yang menjadi prioritas agenda politiknya. Karena iman itu politis, tidak mungkin mengakui Allah tanpa bekerja bersamaNya. Itu berarti, ...

Melihat Kasih Bekerja

Pada tahun 1988, John Walker mengusulkan proyek, “Pintu masuk ke dalam Cyberspace” dengan motto, “Reality is not enough anymore”. Dengan kata lain, melalui televisi, komputer, dan internet, orang didorong untuk mulai mempertimbangkan alternatif realitas-realitas lain di luar realitas kehidupan sehari-hari. Agak berlebihan memang, tetapi tepat pada momen itulah, ketika alih-alih merupakan perpanjangan tangan dari kerja fisik, teknologi mutakhir justru menjadikan manusia sekadar produk pabrik, yang oleh Hemingway disebut “manusia yang pergi di jalan gelap tanpa tujuan dan tanpa ke mana-mana”. Atau sampel menarik dari Sisyphus -nya Albert Camus atau Faust -nya Goethe yang menggambarkan kebingungan, ketololan dan arah tujuan hidup yang dilampaui manusia untuk memburu kesenangan dan kepuasan hedonistis. Gejala tersebut merupakan hasil dari persilangan kompleks antara rasionalisme dan saintisme. Pada yang pertama, dengan munculnya “cogito ergo sum” dari Rene Descartes, ma...